Arang adalah sisa pembakaran yang belum menjadi abu, berwarna hitam, biasanya tak berbau dan tak berasa. Dan telah lama dikenal serta banyak manfaatnya bagi kehidupan manusia. Dalam kehidupan sehari-hari dapat digunakan sebagai bahan bakar, penyala tungku dan lain sebagainya. Bahkan di Singapura negara kota yang miskin hutan itu, arang sangat tinggi nilainya,komoditi yang menarik dalam dunia perdagangan.
Penggunaan obat tradisional sejak dahulu kala mengambil peranan penting di dalam sistem perawatan rumatangga, jauh sebelum ada dokter dan obat modern. Dari kulit sampai sela-sela vital bagian tubuh tersedia resep yang memungkinkan seseorang mengatasi berbagai kesulitan, terutama di bidang kesehatan, kecantikan dan lain-lain.
Dalam obat tradisional
Berbagai jenis “bubuk arang” telah mengambil peranan penting masa itu, jauh sebelum dimodefikasi dalam bentuk obat modern yang kita kenal sekarang ini. Waktu itu, nenek moyang kita telah menggunakannya dalam berbagai perawatan dan pengobatan, bahkan sampai digunakan untuk kecantikan serta kebahagiaan rumahtangganya.
Fungsi bubuk arang bagi remaja puteri kala itu, terutama untuk membersihkan dan menghaluskan kulit yang kering serta kurang menarik. Untuk maksud ini, menjadi mandi lulur dua kali seminggu dengan menggunakan “bubuk arang” yang berasal dari beras ketan dan buah asam. Ternyata zat kandungan buah asam (Tamarindus indica) memang berkhasiat mengobati penyakit kulit, dan penggunaannya terus berlangsung sampai kini dalam berbagai variasi bentuk obat tradisional.
Keharmonisan hubungan cinta kasih rumah tangga, telah menjadi perhatian para nenek moyang kita dahulu kala. Untuk para suami yang kurang jantan dan perkasa, dibuatkan ramuan khusus. Ramuan itu dibuat dari campuran “arang hewan” dengan bahan-bahan lain yang banyak tumbuh di pekarangan rumah, dan diolah seca ra sederhana. Bubuk arang yang dipakai berasal dari kepala binatang “belut” (lindung, Betawi).
Caranya dengan memotong kepala hewan itu, kemudian kepala yang masih berdarah itu dibakar sampai menjadi arang (Carbo animalis) dan digerus hingga menjadi bubuk halus. Formulasi ini setelah dicampur dengan bahan cair lain akan menghasilkan bentuk obat luar berupa “pasta”. Pasta inilah yang dipergunakan sebagai obat oles pengurut alat vital.
Kalau pihak istri yang dingin, para leluhur kita terlebih arif bijaksana bahkan cukuplihai mengatasinya. Untuk mengatasi penyakit aneh kaum wanita ini, mereka menggunakan formula obat minum berupa kuning telur ayam yang dibubuhi dua sendok teh bubuk arang. Bubuk arang yang digunakan adalah dari jenis arang hewan yang berasal dari seekor tokek.
Dengan cara sederhana inilah, nenek moyang kita berusaha mengatasi gangguan seksual, hingga dapat menimbulkan kembali gairah dalam hubungan cinta kasih berumah tangga yang harmonis.
Formulasi-formulasi di atas adalah salah satu bentuk dan cara penggunaan obat tradisional yang sudah sejak lama digunakan masyarakat dari Pulau Madura. Penggunaan obat tradisional untuk pengobatan hingga saat ini, terutama didasarkan pada pengalaman penggunaan yang diperoleh secara turun temurun, atau pengalaman perorangan yang tidak tercatat dengan baik, dan tidak didasarkan pasa hasil-hasil percobaan, terutama hasil percobaan klinik.
Dalam obat modern
Penggunaan “bubuk arang” (Carbo adsorbens) terus berlangsung sampai sekarang, walaupun tidak begitu populer lagi. Disamping itu industri farmasi di Indonesia, belakangan ini telah mengalami kemajuan yang pesat serta menggembirakan. Berbagai obat dengan komposisi yang akurat bahkan terkadang diiringi iklan selangit, mampu menjangkau lapisan masyarakat disegenap pelosok tanah air. Jumlah obat yang beredar dinegeri kita kini tercatat ribuan macam, dari jumlah itu, yang menggunakan bubuk arang aktif dapat dihitung dengan jari.
Pada zaman penjajahan Belanda di negeri kita, bubuk arang dalam bidang kefarmasian dibedakan tiga jenis yang dipakai sebagai bahan baku obat, yaitu Arang- hewan (Carbo animalis), Arang-kayu (Carbo ligni) dan Arang-aktif (Carbo adsorbens). Waktu itu, arang aktif dipakai dalam pengobatan sehari-hari dengan formula Norit-Poeders, yang mengandung zat aktif tunggal Carbo adsorbens. Khasiatnya
sebagai antidotum (racun) dan obat sakit perut.
Di Indonesia yang dipergunakan sebagai obat adalah Arang-aktif yang disuguhkan dalam bentuk “tablet” dengan komposisi tunggal Karbon-aktif 250 mg/tablet dan dalam bentuk kombinasi lain. Bubuk karbon aktif ini merupakan bahan baku resmi sebagai sediaan obat, seperti yang pernah tercantum dalam buku Farmakope Indonesia dengan nama resmi Carbo-adsorbens (Latin). Nama populer- nya ialah Norit, Arang-pengadsorbsi, Arang-jerap dan terkadang disebut Carbo medicinalis.
Itu dulu, obat Norit laris dizamannya, kini kian tenggelam dan nyaris tidak terdengar lagi.
Sumber: http://abrus.blogdetik.com/2008/12/14/kisah-arang-si-bubuk-hitam-oleh-rusman-sabrus/
(* penulis pernah aktif dalam ke-farmasi-an & kisah ini telah dimuat di Majalah Higina, Jakarta.- )
Komentar
Posting Komentar